Apakah mungkin kita bisa menerima sebuah lagu yang berisi cacian kepada orang tua kita? Apa puas kita membaca puisi yang bahasanya sangat bagus, tetapi isinya menghujat tuhan kita? (tentu saja jika lagu atau puisi seperti itu ada)
Jika lirik hanya sekedar syair lagu atau puisi tanpa arti, lalu untuk apa menulis puisi? Jika tulisan dipublikasikan tanpa korelasi dengan hati si penulis atau minimal sedang menjadi buah pikiran, lalu apakah ada orang yang mau dibilang meracau, tidak sadar, atau keadaan gila?
Kita terkadang lucu, berkilah dan malu mengakui apa yang sudah kita tulis di blog, status facebook, twitter, karena itulah maka hendaknya kita hati-hati dalam memilih kalimat yang nantinya kita ketahui akan dibaca umum. Jika memang ditakutkan akan menjadi titik balik untuk mencelakakan diri kita, lebih baik tidak update status, tidak posting article ke blog, dan sebagainya.
Tetapi hal seperti malu atau menyesal lalu berusaha mengelak untuk hal-hal umum, itu masih dalam batas yang wajar menurut saya, cenderung manusiawi malah, lain halnya dengan pemilihan kalimat yang menurut keyakinan khususnya agama Islam tidak bisa dibenarkan. Saya pernah membaca suatu artikel menarik di salah satu note kawan yang isinya mengingatkan tentang mudahnya seseorang berpuisi ketika dia sedang dimabuk cinta, dengan berkata “hidup mati ku hanya untukmu sayangku” (seperti di lirik sebuah lagu), dan lupa bahwa di dalam agama Islam hidup, mati, ibadah seseorang muslim hanya untuk Alloh semata. Seperti disebutkan dengan jelas pada ayat “inna sholati wanusuki wamahyaya wamammati lillahi robbil ngalamin” (sesungguhnya sholatku, ibadahku, hidup dan matiku hanya untuk Alloh tuhan seru sekalian alam) dus itu berarti kalimat janji rayuan gombal tersebut mengandung kesyirikan kepada Alloh.
Jika seseorang menolak nasihat supaya jangan mengucapkan kalimat-kalimat yang mengandung kesyirikan dengan alasan “itu kan hanya bahasa puisi”, “itu kan hanya kalimat lirik lagu yang tiada arti”, maka hendaknya dia memikirkan pertanyaan ini “APAKAH MUNGKIN KITA BISA MENERIMA SEBUAH LAGU YANG BERISI CACIAN KEPADA ORANG TUA KITA?” dengan alasan yang sama, “toh itu hanya bahasa lagu?” atau PUISI YANG MENGHUJAT ALLOH TUHAN KITA, dengan alasan klasik “itu cuma syair tiada arti”.
Karena syirik adalah penghinaan terhadap kebesaran Alloh SWT, maka jika hal tersebut dianggap enteng, mungkin perlu kiranya dipertanyakan integritas iman dan akal kesadarannya, na’udzubillahi mindzalik.